Sejarah Indonesi : BAB 7 Revolusi Menegakkan Panji-Panji NKRI
Nama : Ardania Saputri
Kelas : XI IPA 3
sekolah : SMAN 1 SIMPANG EMPAT
BAB 7
Revolusi
Menegakkan Panji-Panji NKRI
A. Tantangan Awal
Kemerdekaan
1.
Kondisi Awal Indonesia Merdeka
Secara politis keadaan Indonesia pada awal
kemerdekaan belum begitu mapan. Ketegangan, kekacauan, dan berbagai insiden
masih terus terjadi. Pemerintahan
memang telah terbentuk, beberapa alat kelengkapan negara juga sudah tersedia,
tetapi karena baru awal kemerdekaan tentu masih banyak kekurangan. PPKI yang keanggotaannya
sudah disempurnakan berhasil mengadakan sidang untuk mengesahkan UUD dan
memilih Presiden-Wakil Presiden. Bahkan, untuk menjaga keamanan negara juga
telah dibentuk TNI.
Kondisi perekonomian negara masih sangat
memprihatinkan sehingga terjadi inflasi yang cukup berat. Hal ini dipicu karena
peredaran mata uang rupiah Jepang yang tak terkendali, sementara nilai tukarnya
sangat rendah. Kemudian pada 1 Oktober 1946 Indonesia mengeluarkan uang RI yang
disebut ORI (Oeang Republik Indonesia).
Sementara dalam hal pendidikan, pemerintah
mulai menyelenggarakan pendidikan yang diselaraskan dengan alam kemerdekaan. Menteri
Pendidikan dan Pengajaran juga sudah diangkat.
2.
Kedatangan Sekutu dan Belanda
Sekutu masuk ke Indonesia diboncengi NICA.
Mereka masuk melalui beberapa pintu wilayah Indonesia terutama daerah yang
merupakan pusat pemerintahan pendudukan Jepang seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya.
Setelah PD II, terjadi perundingan Belanda dengan Inggris di London yang
menghasilkan Civil Affairs Agreement.
Isinya tentang pengaturan penyerahan kembali Indonesia dari pihak
Inggris kepada Belanda, khusus yang menyangkut daerah Sumatra sebagai daerah
yang berada di bawah pengawasan SEAC (South East Asia Command).
Louis Mountbatten membentuk pasukan
komando khusus yang disebut AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indiers) di
bawah
pimpinan
Letnan Jenderal Sir Philip Christison. Mereka tergabung di dalam pasukan
tentara Inggris yang berkebangsaan India, yang sering disebut sebagai tentara
Gurkha. Tugas tentara
AFNEI
sebagai berikut.
a. menerima penyerahan kekuasaan
tentara Jepang tanpa syarat.
b. membebaskan para tawanan perang
dan interniran Sekutu;
c. melucuti dan mengumpulkan
orang-orang Jepang untuk dipulangkan ke negerinya;
d. menegakkan dan mempertahankan
keadaan damai, menciptakan ketertiban, dan keamanan, untuk kemudian diserahkan
kepada pemerintahan sipil; dan
e. mengumpulkan keterangan tentang
penjahat perang untuk kemudian diadili sesuai hukum yang berlaku.
3.
Merdeka atau Mati
a.
Perjuangan rakyat
Semarang dalam melawan tentara Jepang
Wongsonegoro
selaku pimpinan pemerintahan di Semarang mengeluarkan pernyataan atau perintah
sebagai berikut.
Berdasarkan atas pengumuman-pengumuman Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia dan Komite Nasional di Jakarta, maka dengan ini kami atas nama
rakyat Indonesia mengumumkan sementara aturan-aturan pernerintahan
untuk menjaga keamanan umum di daerah Semarang.
1. Mulai hari ini tanggal 19 Agustus 1945 jam 13.00 Permerintah RI untuk daerah Semarang mulai berlaku.
2. Terhadap segala perbuatan yang menentang pemerintah RI akan diambil tindakan yang keras.
3. Senjata api, kecuali yang di tangan mereka yang berhak memakainya harus diserahkan kepada polisi.
4. Hanya bendera Indonesia Merah Putih boleh berkibar.
5. Terhadap segala perbuatan yang mengganggu ketenteraman dan kesejahteraan umum diambil tindakan keras.
6. Selanjutnya semua penduduk hendaknya melakukan pekerjaannya sehari-hari sebagaimana biasa.
Semarang, 19 Agustus 1945
Kepala Pemerintahan RI Daerah Semarang
Wongsonegoro
b.
Pengambilalihan
Kekuasaan Jepang di Yogyakarta
Di Yogyakarta,
perebutan kekuasaan secara serentak dimulai pada tanggal 26 September 1945.
Sejak pukul 10 pagi, semua pegawai instansi pemerintah dan
perusahaan-perusahaan yang dikuasai oleh Jepang mengadakan aksi pemogokan.
Mereka memaksa orang-orang Jepang agar menyerahkan semua kantor mereka kepada
orang Indonesia. Pada tanggal 27 September 1945, KNI Daerah Yogyakarta
mengumumkan bahwa kekuasaan di daerah itu telah berada di tangan Pemerintahan
RI.
Kepala Daerah
Yogyakarta yang dijabat oleh Jepang (Cokan) harus meninggalkan kantornya di
jalan Malioboro. Tanggal 5 Oktober 1945, gedung Cokan Kantaiberhasil direbut
dan kemudian dijadikan sebagai kantor Komite Nasional Indonesia Daerah. Gedung
Cokan Kantai kemudian dikenal dengan Gedung Nasional atau Gedung Agung. Satu
hari setelah perebutan gedung Cokan Kantai,para pejuang Yogyakarta ingin
melakukan perebutan senjata dan markas Osha Butai di Kotabaru. Rakyat dan para
pemuda terus mengepung markas Osha Butai diKotabaru. Rakyat dan para pemuda
terdiri dari berbagai kesatuan, antara lain TKR, Polisi Istimewa, dan BPU
(Barisan Penjagaan Umum) sudah bertekad untuk menyerbu markas Jepang di
Kotabaru.
c.
Arek-arek Surabaya
untuk Indonesia
Semangat
tempur arek-arek Surabaya dalam melawan pasukan Sekutu, tidak dapat dilepaskan
dari kemenangannya melawan kekuatan Jepang di Surabaya dan sekitarnya.
Arek-arek Surabaya berhasil menyerbu dan menguasai markas Kempetai yang terletak
di depan Kantor Gubernur Surabaya. Semua senjata Kempetai Jepang dilucuti.
Pertempuran meluas ke Markas Angkatan Laut Jepang di Embong Wungu. Markas
Jepang ini juga berhasil dikuasai para pejuang. Gudang peluru di Kedung Cowek
juga berhasil direbut oleh arek-arek Surabaya. Pertempuran perebutan
kekuasaan terhadap Jepang ini berakhir
setelah komandan Angkatan Darat Jepang Jenderal Iwabe menyerah dan menyusul
komandan Angkatan Laut Laksamana Shibata. Semua kapal perang dan senjata serta
pangkalannya diserahkan kepada pejuang Indonesia.
d.
Pertempuran
Palagan Ambarawa
Pertempuran
Ambarawa terjadi pada tanggal 29 November dan berakhir pada 15 Desember 1945
antara pasukan TKR dan pemuda Indonesia melawan pasukan Inggris. Latar belakang
dari peristiwa ini dimulai dengan insiden yang terjadi di Magelang sesudah
mendaratnya Brigade Artileri dari Divisi India ke-23 di Semarang pada tanggal
20 Oktober 1945.
pimpinan
pasukan TKR Purwokerto Kolonel Sudirman turun langsung memimpin pasukan.
Sudirman menyodorkan taktik perang Supit Urang. Taktik ini segera diterapkan. Musuh mulai
terjepit dan situasi pertempuran semakin menguntungkan pasukan TKR.
Pada
tanggal 15 Desember 1945 musuh meninggalkan Kota Ambarawa dan mundur ke
Semarang. Pertempuran di Ambarawa ini mempunyai arti penting karena letaknya
yang sangat strategis. Apabila musuh menguasai Ambarawa, mereka dapat mengancam
3 kota utama di Jawa Tengah, yaitu Surakarta, Magelang dan Yogyakarta. Untuk
mengenang pertempuran Ambarawa, tanggal 15 Desember dijadikan Hari Infanteri.
Di Ambarawa juga dibangun Monumen Palagan, Ambarawa.
e.
Pertempuran Medan
Area
tim
dari RAPWI telah mendatangi kamp-kamp tawanan di Pulu Berayan, Saentis, Rantau
Prapat, Pematang Siantar dan Berastagi untuk membantu membebaskan para tawanan
dan dikirim ke Medan atas persetujuan Gubernur M. Hasan. Ternyata kelompok itu langsung
dibentuk menjadi Medan Batalion KNIL. Mereka bersikap congkak karena merasa sebagai
pemenang atas perang. Sikap ini memancing timbulnya berbagai insiden yang
dilakukan secara spontan oleh para pemuda.
f.
Bandung Lautan
Api
Di
Bandung pertempuran diawali oleh usaha para pemuda untuk merebut pangkalan
udara Andir dan pabrik senjata bekas Artillerie Constructie Winkel (ACW-sekarang
Pindad) dan berlangsung terus sampai kedatangan pasukan Sekutu di Bandung pada
17 Oktober 1945. Seperti halnya di kota-kota lain, di Bandung pun pasukan
Sekutu dan NICA melakukan teror terhadap rakyat, sehingga terjadi pertempuran-pertempuran.
Menjelang bulan November 1945, pasukan NICA semakin merajalela di Bandung. NICA
memanfaatkan kedatangan pasukan Sekutu untuk mengembalikan kekuasaan
kolonialnya di Indonesia. Namun, semangat juang rakyat dan para pemuda yang
tergabung dalam TKR, laskar-laskar dan badan-badan perjuangan semakin berkobar.
Pertempuran demi pertempuran terjadi.
g.
Berita Proklamasi
di Sulawesi
Setelah
berita proklamasi kemerdekaan tersebar keseluruh penjuru Sulawesi, sejak itu
pula bendera merah putih mulai berkibar menjadi lambang Indonesia merdeka.
Cita-cita yang sudah lama diinginkan oleh rakyat pun terwujud. Di Sulawesi
Tenggara misalnya, bendera merah putih dikibarkan pada 17 September 1945 dengan
dipimpin oleh D. Andi Kasim. Di Lasusua bendera merah putih dikibarkan pada 5
Oktober 1945 yang dihadiri oleh kepala distrik Patampanua dan beberapa pimpinan
pemuda RI dari Luwu. Sementara itu, pada 14 Februari 1946, B.W. Lapian sebagai
pemimpin sipil pada saat itu memimpin pasukan pemuda bersama Letkol. Ch. Taulu
dan Serda S.D. Wuisan merobek bagian biru pada bendera Belanda di tangsi militer
Belanda, di Teling, Menado. Peristiwa heroik itu menandai berkibarnya bendera
merah putih.
h.
Operasi Lintas
Laut Banyuwangi – Bali
Operasi lintas Laut Banyuwangi-Bali merupakan
operasi gabungan dan pertempuran laut pertama sejak berdirinya negara Republik
Indonesia. peristiwa itu dimulai dengan kedatangan Belanda dengan membonceng Sekutu,
mendarat di Bali dengan jumlah pasukan yang cukup besar, tanggal 3 Maret 1946.
Hal ini dimaksudkan Bali sebagai batu loncatan untuk menyerbu Jawa Timur yang
dinilai sebagai lumbung pangan untuk kemudian mengepung pusat kekuasaan RI.
Bali juga dapat dijadikan penghubung ke arah Australia.
B.
Antara Perang dan
Diplomasi
1.
Rangkaian
Perjanjian Linggarjati
Perjanjian
Linggarjati merupakan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Republik
Indonesia untuk memperoleh pengakuan kedaulatan dari pemerintah Belanda dengan
jalan diplomatik. Perjanjian itu melibatkan pihak Indonesia dan Belanda, serta
Inggris sebagai penengah.
a. Perundingan Awal di Jakarta
Inggris
mengirim Sir Archibald Clark Kerr. Di bawah pengawasan dan perantaraan Clark
Kerr, pada tanggaI 10 Februari 1946 diadakan perundingan Indonesia dengan
Belanda di Jakarta. Dalam perundingan ini Van Mook selaku wakil dari Belanda.Sutan
syahrir selaku wakil dari Indonesia. isi pokoknya antara lain sebagai berikut:
1)
supaya pemerintah Belanda mengakui
kedaulatande factoRI atas Jawa dan Sumatra;
2)
supaya RI dan Belanda bekerja sama membentuk
RIS; dan
3)
RIS bersama-sama dengan Nederland, Suriname,
dan Curacao, menjadi peserta dalam ikatan kenegaraan Belanda.
b. Perundingan Hooge Veluwe
Perundingan
dilanjutkan di negeri Belanda, di kota Hooge Veluwe bulan April 1946. Pokok
pembicaraan dalam perundingan itu adalah memutus pembicaraan yang dilakukan di
Jakarta oleh Van Mook dan Syahrir. Sebagai penengah dalam perundingan, Inggris
mengirim Sir Archibald Clark Kerr. Pada kesempatan itu Syahrir mengirim tiga orang
delegasi dari Jakarta, yaitu Mr. W. Suwandi, dr. Sudarsono, dan A.K.
Pringgodigdo. Dari Belanda hadir lima orang yaitu Van Mook,
J.H. van Royen. J.H. Logeman, Willem Drees, dan Dr. Schermerhorn. Perundingan
tersebut untuk menyelesaikan perundingan yang tidak tuntas saat di Jakarta.
c. Pelaksanaan Perundingan Linggarjati
Pada
awal November 1946, perundingan diadakan di Indonesia, bertempat di Linggarjati.
Pelaksanaan sidang-sidangnya berlangsung pada tanggal 11 - 15 November 1946.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sutan Syahrir, anggotanya Mr. Moh. Roem, Mr.
Susanto Tirtoprojo, dan A.K. Gani. Sementara pihak Belanda dipimpin oleh Prof.
Schermerhorn dengan beberapa anggota, yakni Van Mook, F de Boor, dan van Pool.
Sebagai penengah dan pemimpin sidang adalah Lord Killearn, juga ada saksi-saksi
yakni Amir Syarifudin, dr. Leimena, dr. Sudarsono, dan Ali Budiarjo. Presiden
Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta juga hadir di dalam perundingan
Linggarjati itu.
Isi pokok Perundingan Linggarjati antara lain
sebagai berikut:
1)
Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan
secara de facto pemerintahan RI atas
wilayah Jawa, Madura, dan Sumatra. Daerahdaerah yang diduduki Sekutu atau
Belanda secara berangsur-angsur akan dikembalikan kepada RI;
2)
Akan dibentuk Negara Indonesia Serikat (NIS)
yang meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda (Indonesia) sebagai negara
berdaulat;
3)
Pemerintah Belanda dan RI akan membentuk Uni
Indonesia-Belanda yang dipimpin oleh raja Belanda;
4)
Pembentukan NIS dan Uni Indonesia- Belanda
diusahakan sudah selesai sebelum 1 Januari 1949;
5)
Pemerintah RI mengakui dan akan memulihkan
serta melindungi hak milik asing;
6)
Pemerintah RI dan Belanda sepakat untuk
mengadakan pengurangan jumlah tentara; dan
7)
Bila terjadi perselisihan dalam melaksanakan
perundingan ini, akan menyerahkan masalahnya kepada Komisi Arbitrase.
d. Konferensi Malino
penyelenggaraan
konferensi ini bertujuan untuk membentuk negara-negara federal di daerah yang
baru diserahterimakan oleh Inggris dan Australia kepada Belanda. Di samping itu,
di Pangkal Pinang, Bangka diselenggarakan konferensi untuk golongan minoritas.
Konferensi Malino diselenggarakan pada 15-26 juli 1946, sedangkan Konferensi
Pangkal Pinang pada 1 Oktober 1946.
2.
Agresi Militer I
Belanda pada
tanggal 27 Mei 1947 mengirim nota ultimatum yang isinya antara lain sebagai
berikut.
a.
Pembentukan Pemerintahan Federal Sementara (Pemerintahan
Darurat) secara bersama.
b.
Pembentukan Dewan Urusan Luar Negeri.
c.
Dewan Urusan Luar Negeri, bertanggung jawab atas
pelaksanaan ekspor, impor, dan devisa; dan
d.
Pembentukan Pasukan Keamanan dan Ketertiban Bersama (gendarmerie),
Pembentukan Pasukan Gabungan ini termasuk juga di wilayah RI.
Pada tanggal 21 Juli 1947 tengah malam, pihak
Belanda melancarkan ‘aksi polisional’ mereka yang pertama. Pasukan-pasukan
bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk menduduki Jawa Barat, dan dari Surabaya
untuk menduduki Madura dan Ujung Timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih
kecil mengamankan wilayah Semarang. Dengan demikian, Belanda menguasai semua
pelabuhan di Jawa. Di Sumatra, perkebunan-perkebunan di sekitar Medan,
instalasi-instalasi minyak dan batu bara di sekitar Palembang dan Padang
diamankan. Pasukan-pasukan Republik bergerak mundur dalam kebingungan dan
menghancurkan apa saja yang dapat mereka hancurkan.
3.
Peran Komisi Tiga
Negara
Atas
usul Amerika Serikat DK PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang beranggotakan
Amerika Serikat, Australia, dan Belgia. KTN berperan aktif dalam penyelenggaraan
Perjanjian Renville Serangan Belanda pada Agresi Militer II dilancarkan di
depan mata KTN sebagai wakil DK PBB di Indonesia. KTN membuat laporan yang
disampaikan kepada DK PBB, bahwa Belanda banyak melakukan pelanggaran.
4.
Perjanjian
Renville
Perundingan
Renville secara resmi dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di kapal Renville
yang sudah berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok. Delegasi Indonesia dipimpin
oleh Amir Syarifuddin, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir
Wijoyoatmojo, orang Indonesia yang memihak Belanda. isi
Perundingan Renville yang terdiri atas tiga
hal sebagai berikut:
a)
Persetujuan tentang gencatan senjata yang
antara lain diterimanya garis demarkasi Van Mook (10 pasal).
b)
Dasar-dasar politik Renville, yang berisi
tentang kesediaan kedua pihak untuk menyelesaikan pertikaiannya dengan cara
damai (12 pasal).
c)
Enam pasal tambahan dari KTN yang berisi,
antara lain tentang kedaulatan Indonesia yang berada di tangan Belanda selama
masa peralihan sampai penyerahan kedaulatan (6 pasal).
5.
Agresi Militer II
dan Penangkapan Pimpinan Negara
pada
tanggal 19 Desember 1948 Belanda melancarkan agresinya yang kedua. Sebelum
pasukan Belanda bergerak lebih jauh, Van Langen (Wakil Jenderal Spoor) berbisik
kepada Van Beek (komandan lapangan agresi II): “overste tangkap Sukarno, Hatta,
dan Sudirman, mereka bertiga masih ada di istana”. Agresi militer II itu telah
menimbulkan bencana militer dan politik, baik bagi Belanda maupun Indonesia.
Walaupun Belanda tampak memperoleh kemenangan dengan mudah, tetapi sebenarnya
membayar cukup mahal. Serangan Belanda ini telah menuai kritik dari berbagai
negara.
6.
Peran PDRI :
Penjaga Eksistensi RI
Syafruddin
berhasil mendeklarasi berdirinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia ini
dilakukan di Kabupaten Lima Puluh Kota pada tanggal 19 Desember 1948.Susunan
pemerintahannya antara lain sebagai berikut:
a)
Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai ketua
merangkap Perdana Menteri, Menteri Pertahanan dan Menteri Penerangan;
b)
Mr. T.M. Hassan sebagai wakil ketua merangkap
Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan, dan Menteri Agama;
c)
Ir. S.M. Rasyid sebagai Menteri Keamanan
merangkap Menteri Sosial, Pembangunan dan Pemuda;
d)
Mr. Lukman Hakim sebagai Menteri Keuangan
merangkap Menteri Kehakiman;
e)
Ir. Sitompul sebagai Menteri Pekerjaan Umum
merangkap Menteri Kesehatan;
f)
Maryono Danubroto sebagai Sekretaris PDRI;
g)
Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar;
h)
Kolonel A.H. Nasution sebagai Panglima
Tentara Teritorial Jawa; dan
i)
Kolonel Hidayat sebagai Panglima Tentara
Teritorial Sumatra.
PDRI
dapat berfungsi sebagai mandataris kekuasaan pemerintah RI dan berperan sebagai
pemerintah pusat. PDRI juga berperan sebagai kunci dalam mengatur arus
informasi, sehingga mata rantai komunikasi tidak terputus dari daerah yang satu
ke daerah yang lain. Radiogram mengenai masih berdirinya PDRI dikirimkan kepada
Ketua Konferensi Asia, Pandit Jawaharlal Nehru oleh Radio Rimba Raya yang
berada di Aceh Tengah pada tanggal 23 Januari 1948. PDRI juga berhasil menjalin
hubungan dan berbagi tugas dengan perwakilan RI di India. Dari India
informasi-informasi tentang keberadaan dan perjuangan bangsa dan negara RI
dapat disebarluaskan ke berbagai penjuru dunia.
7.
Tetap Memimpin
Gerilya
Panglima
Besar Sudirman yang dalam kondisi sakit hanya dengan satu paru-paru justru tetap
teguh untuk memimpin perang gerilya. Ia dan rombongan melakukan perjalanan dan
pergerakan dari Yogyakarta menuju Gunungkidul dengan melewati beberapa
kecamatan, menuju Pracimantoro, Wonogiri, Ponorogo, Trenggalek dan Kediri.
Dalam gerakan gerilya dengan satu paru-paru itu Sudirman kadang harus ditandu
atau dipapah oleh pengawal masuk hutan, naik gunung, turun jurang harus
memimpin pasukan, memberikan motivasi dan komando kepada TNI dan para pejuang
untuk terus mempertahankan tegaknya panji-panji NKRI. Dari Kediri lalu memutar
kembali melewati Trenggalek, terus melakukan perjalanan sampai akhirnya di
Sobo. Di tempat ini telah dijadikan markas gerilya sampai saat Presiden dan
Wakil Presiden dengan beberapa menteri kembali ke Yogyakarta.
8.
Serangan Umum 1
Maret 1949
Pada
tanggal 1 Maret 1949 dini hari sekitar pukul 06.00 sewaktu sirine berbunyi
sebagai tanda berakhirnya jam malam, serangan umum dilancarkan dari segala
penjuru. Letkol Soeharto langsung memegang komando menyerang ke pusat kota.
Serangan umum ini ternyata sukses. Selama enam jam (dari jam 06.00 - jam 12.00
siang) Yogyakarta dapat diduduki oleh TNI. Setelah Belanda mendatangkan bala
bantuan dari Gombong dan Magelang, dapat memukul mundur para pejuang kita.
9.
Persetujuan
Roem-Royen
Atas
inisiatif Komisi PBB untuk Indonesia pada tanggal 14 April 1949 diselenggarakan
perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran, anggota Komisi dari AS.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Moh. Roem dan delegasi Belanda dipimpin oleh
H.J. Van Royen.
Isi Persetujuan Roem-Royen antara lain
sebagai berikut:
a.
Pihak Indonesia bersedia mengeluarkan
perintah kepada pengikut RI yang bersenjata untuk menghentikan perang gerilya.
RI juga akan Ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, guna mempercepat
penyerahan kedaulatan kepada Negara Indonesia Serikat (NIS), tanpa syarat.
b.
Pihak Belanda menyetujui kembalinya RI ke
Yogyakarta dan menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan
semua tahanan politik. Belanda juga berjanji tidak akan mendirikan dan mengakui
negara-negara yang ada di wilayah kekuasaan RI sebelum Desember 1948, serta
menyetujui RI sebagai bagian dari NIS.
10.
Yogya Kembali
Sejak
awal 1949, ada tiga kelompok pimpinan RI yang ditunggu untuk kembali ke
Yogyakarta. Kelompok pertama adalah Kelompok Bangka.Kedua adalah kelompok PDRI
dibawah pimpinan Mr. Syafruddin Prawiranegara. Kelompok ketiga adalah angkatan
perang di bawah pimpinan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Sultan
Hamangkubuwono IX bertindak sebagai wakil Republik Indonesia, karena Keraton
Yogyakarta bebas dari intervensi Belanda, maka mempermudah untuk mengatasi
masalah-masalah yang terkait dengan kembalinya Yogya ke Republik Indonesia.
Kelompok Bangka yang terdiri atas Sukarno, Hatta, dan rombongan kembali ke
Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 1949, kecuali Mr. Roem yang harus menyelesaikan
urusannya sebagai ketua delegasi di UNCI, masih tetap tinggal di Jakarta.
11.
Konferensi Inter
Indonesia
Pada
bulan Juli dan Agustus 1949 diadakan konferensi Inter-Indonesia. Dalam konferensi
itu diperlihatkan bahwa politik devide et impera Belanda untuk memisahkan
daerah-daerah di luar wilayah RI mengalami kegagalan. Hasil Konferensi
Inter-Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta antara lain:
a.
Negara Indonesia Serikat disetujui dengan
nama Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan demokrasi dan federalisme;
b.
RIS akan dikepalai oleh seorang presiden
dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada presiden;
c.
RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik
dari RI maupun Belanda;
d.
Angkatan Perang RIS adalah Angkatan Perang
Nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima Tertinggi Angkatan Perang; dan
e.
Pembentukan Angkatan Perang RIS adalah
semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri.
Dalam
konferensi selanjutnya juga diputuskan untuk membentuk Panitia
Persiapan Nasional yang anggotanya terdiri
atas wakil-wakil RI dan BFO. Tugasnya menyelenggarakan persiapan dan
menciptakan suasana tertib sebelum dan sesudah KMB.
12.
Konferensi Meja
Bundar
Indonesia
telah menetapkan delegasi yang mewakili KMB yakni Moh. Hatta, Moh. Roem, Mr.
Supomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamijoyo, Dr. Sukiman, Ir. Juanda, Dr.
Sumitro Joyohadikusumo, Mr. Suyono Hadinoto, Mr. AK. Pringgodigdo, TB.
Simatupang, dan Mr. Sumardi. Sedangkan BFO diwakili oleh Sultan Hamid II dari
Pontianak.
KMB
dibuka pada tanggal 23 Agustus 1949 di Den Haag. Delegasi Belanda dipimpin oleh
Mr. Van Maarseveen dan dari UNCI sebagai mediator adalah Chritchley. Tujuan
diadakan KMB adalah untuk:
a.
menyelesaikan persengketaan antara Indonesia
dan Belanda; dan
b.
mencapai kesepakatan antara para peserta
tentang tata cara penyerahan yang penuh dan tanpa syarat kepada Negara
Indonesia Serikat, sesuai dengan ketentuan Persetuiuan Renville.
Hasil-hasil
keputusan dalam KNIB antara lain sebagai berikut:
a.
Belanda mengakui keberadaan negara RIS
(Republik Indonesia Serikat) sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. RIS
terdiri dari RI dan 15 negara bagian/daerah yang pernah dibentuk Belanda.
b.
Masalah Irian Barat akan diselesaikan setahun
kemudian, setelah pengakuan kedaulatan.
c.
Corak pemerintahan RIS akan diatur dengan
konstitusi yang dibuat oleh para delegasi RI dan BFO selama KMB berlangsung.
d.
Akan dibentuk Uni Indonesia Belanda yang
bersifat lebih longgar , berdasarkan kerja sama secara sukarela dan sederajat.
Uni Indonesia Belanda ini disepakati oleh Ratu Belanda.
e.
RIS harus membayar utang-utang Hindia Belanda
sampai waktu pengakuan kedaulatan.
f.
RIS akan mengembalikan hak milik Belanda dan
memberikan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
13.
Pembentukan
Republik Indonesia Serikat
Tanggal
14 Desember 1949 diadakan pertemuan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.
Pertemuan ini dihadiri oleh wakil-wakil Pemerintah RI, pemerintah negara-negara
bagian, dan daerah untuk membahas Konstitusi RIS. Pertemuan ini menyetujui
naskah Undang-Undang Dasar yang akan menjadi Konstitusi RIS.
Pada
tanggal 16 Desember1949, Ir. Sukarno terpilih sebagai Presiden RIS.
Secara resmi Ir. Sukarno dilantik sebagai
Presiden RIS tanggal 17 Agustus 1949, bertempat di Bangsal Siti Hinggil Keraton
Yogyakarta oleh Ketua Mahkamah Agung, Mr. Kusumah Atmaja, dan Drs. Moh. Hatta
diangkat sebagai Perdana Menteri. Tanggal 20 Desember 1949 Kabinet Moh. Hatta dilantik.
Dengan demikian terbentuk Pemerintahan RIS.
14.
Pengakuan
Kedaulatan
Pada
tanggal 27 Desember 1949, terjadilah penyerahan kedaulatan Belanda kepada
Indonesia yang dilakukan di Belanda dan di Indonesia. Di Negeri Belanda,
delegasi Indonesia dipimpin oleh Moh. Hatta sedangkan pihak Belanda hadir Ratu
Juliana, Perdana Menteri Willem Drees, dan Menteri Seberang Lautan Sasseu
bersama-sama menandatangani akte penyerahan kedaulatan di Ruang Tahta
Amsterdam. Di Indonesia dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil
Tinggi Mahkota Belanda A.H.S. Lovink. Pengakuan pertama datang dari negara-negara
yang tergabung dalam Liga Arab, yaitu Mesir, Suriah, Lebanon, Saudi Arabia,
Afganistan, India, dan lainlain.
15.
Kembali ke Negara
Kesatuan
Perdana
Menteri RIS, Moh. Hatta mengadakan pertemuan dengan Sukawati (NIT) dan Mansur
(Sumatra Timur). Mereka sepakat untuk membentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Setelah itu diadakan konferensi yang dihadiri
oleh wakil-wakil RIS, termasuk dari Sumatra Timur dan NIT. Melalui konferensi
itu akhirnya pada tanggal 19 Mei 1950 tercapai persetujuan yang dituangkan
dalam Piagam Persetujuan. Isi pentingnya adalah :
a.
Kesediaan bersama untuk membentuk negara
kesatuan sebagai penjelmaan dari negara RI yang berdasarkan pada Proklamasi 17
Agustus 1945; dan
b.
Penyempurnaan Konstitusi RIS, dengan
memasukkan bagian-bagian penting dari UUD RI tahun 1945. Untuk ini diserahkan
kepada panitia bersama untuk menyusun Rencana UUD Negara Kesatuan.
Panitia bersama juga ditugaskan untuk
melaksanakan isi Piagam Persetujuan 19 Mei 1950. Pada tanggal 12 Agustus 1950,
pihak KNIP RI menyetujui Rancangan UUD itu menjadi UUD Sementara. Kemudian,
tanggal 14 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS mengesahkan Rancangan UUD Sementara KNIP,
menjadi UUD yang terkenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS)
tahun 1950. Dengan demikian, berakhirlah riwayat hidup
negara RIS, dan secara resmi tanggal 17 Agustus 1950 terbentuklah kembali
Negara Kesatuan RI. Sukarno kembali sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai
Wakil Presiden RI.
C.
Nilai-nilai
Kejuangan Masa Revolusi
1.
Persatuan dan Kesatuan
2.
Rela Berkorban dan Tanpa Pamrih
3.
Cinta pada Tanah Air
4.
Saling Pengertian dan Harga Menghargai
Samsung T-Shirt | T-Shirt | TheTian T-Shirt | T-Shirt | T-Shirt
ReplyDeleteBuy Samsung T-Shirt | T-Shirt | T-Shirt | T-Shirt titanium density | T-Shirt | T-Shirt | T-Shirt | T-Shirt | trekz titanium T-Shirt | T-Shirt | T-Shirt | T-Shirt | T-Shirt where can i buy titanium trim | T-Shirt tungsten titanium | T-Shirt. Rating: 5 2017 ford fusion energi titanium · 1 review · $29.99